Menteri Kebudayaan (Menbud) RI Fadli Zon saat diwawancarai di Strzelinko, Kota Slupsk, Polandia, Senin (16/6/2025). ANTARA/Muhammad Zulfikar
Matamata.com - Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menyatakan bahwa penggunaan istilah "perkosaan massal" dalam peristiwa Mei 1998 perlu didasarkan pada bukti yang akurat dan harus dikaji secara hati-hati.
"Persoalan masa lalu seperti ini perlu ditangani dengan kehati-hatian, terutama dalam hal data dan bukti," ujar Fadli di sela peresmian Bali Indah Cultural Park di Strzelinko, Kota Slupsk, Polandia, Senin (17/6).
Fadli menekankan bahwa periode transisi pada masa tersebut diwarnai informasi yang simpang siur, sehingga rawan menimbulkan perbedaan pandangan.
Meski mengakui kemungkinan adanya kekerasan seksual terhadap perempuan, ia menilai istilah "massal" masih membutuhkan verifikasi lebih mendalam.
"Saya yakin kekerasan seksual terhadap perempuan memang terjadi, bahkan hingga saat ini. Tapi soal skala massal, itu yang perlu data dan bukti lebih solid karena menyangkut nama baik bangsa," jelasnya.
Terkait temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas dugaan pemerkosaan pada 13–14 Mei 1998, Fadli menyebut beberapa hasil investigasi masih memerlukan penelusuran lebih lanjut.
Ia menegaskan tidak menutup kemungkinan adanya berbagai bentuk kejahatan pada saat itu, namun tetap menginginkan data yang otentik agar tidak menimbulkan kerugian bagi citra Indonesia.
"Coba bayangkan jika bangsa kita dicap sebagai bangsa pemerkosa massal," katanya.