Ketua Tim Koordinasi dan Supervisi Syuriyah PBNU Mohammad Nuh (kanan) saat mendampingi Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar (tengah). ANTARA/HO-PWNU Jatim
Matamata.com - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar meminta agar Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) dihentikan sementara untuk dilakukan evaluasi menyeluruh, menyusul polemik kehadiran akademisi Peter Berkowitz.
"Permintaan itu disampaikan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar melalui surat tertanggal 25 Agustus 2025 kepada Ketua Umum PBNU perihal Penghentian/Penangguhan Pelaksanaan AKN NU dan Nota Kesepahaman PBNU dengan CSCV, setelah beliau mencermati pemberitaan yang berdampak sangat negatif terhadap PBNU dan jamiyah NU," ujar Ketua Tim Koordinasi dan Supervisi Syuriyah PBNU, Mohammad Nuh, di Surabaya, Jawa Timur, Selasa.
Dalam surat tersebut, Rais Aam meminta kegiatan AKN NU dihentikan sampai evaluasi menyeluruh dilakukan oleh Tim Koordinasi dan Supervisi Syuriyah PBNU. Selain itu, kerja sama PBNU dengan Center for Shared Civilizational Values (CSCV) terkait materi dan narasumber kaderisasi juga diminta diputus usai polemik Peter Berkowitz.
"Awalnya surat hanya untuk Ketua Umum PBNU dengan tembusan terbatas. Namun karena banyak pertanyaan, akhirnya surat disampaikan ke jajaran Syuriyah," ungkap salah seorang anggota Syuriyah PBNU.
Sebelumnya, pada 28 Agustus 2025, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf telah menyampaikan permohonan maaf atas kekhilafan mengundang Peter Berkowitz tanpa memperhatikan latar belakang zionisnya. Ia menegaskan, PBNU tetap konsisten membela Palestina.
"Harapannya Ketua Umum selaku penanggung jawab kegiatan segera mengumumkan kepada publik bahwa AKN NU telah dihentikan untuk dievaluasi secara menyeluruh terlebih dahulu," kata Nuh.
Surat penghentian AKN NU diterbitkan sehari setelah polemik orasi ilmiah di Universitas Indonesia (UI). Padahal, sejak 9 Juni 2025, Syuriyah PBNU sudah memberikan masukan tertulis terkait jadwal dan narasumber AKN NU.
Menanggapi legalitas surat tunggal Rais Aam, Nuh menegaskan hal itu sah sesuai ketentuan Konferensi Besar NU 2022 yang menetapkan Syuriyah sebagai pemegang supremasi tertinggi di tubuh NU.
"Ketentuan soal itu sudah diatur dan disahkan sejak Konferensi Besar NU Tahun 2022, pada awal kepemimpinan KH Miftachul Akhyar dan KH Yahya Cholil Staquf. Ketentuan itu manifestasi dari posisi Syuriyah sebagai pemegang supremasi dan pemimpin tertinggi di tubuh jam'iyah NU," jelasnya. (Antara)
Baca Juga: Kluivert Soroti Pertahanan Rapat Lebanon Usai Timnas Indonesia Bermain Imbang