Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkum Razilu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang digelar secara daring, Rabu (3/9/2025). (ANTARA/HO-DJKI Kemenkum)
Matamata.com - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memastikan konser akademik tidak dikenakan kewajiban pembayaran royalti. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang memasukkan kegiatan pendidikan ke dalam kategori pengecualian.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara daring pada Rabu (3/9), Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham Razilu menanggapi aduan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Sastra, Budaya, dan Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Aduan tersebut terkait penarikan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam penyelenggaraan Connectica Fest.
“Menghormati hak cipta berarti menghargai karya kreatif anak bangsa. Namun dalam praktiknya, sistem hukum juga memberikan ruang pengecualian untuk kepentingan pendidikan agar tidak membebani proses akademik,” kata Razilu melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Diketahui, Connectica Fest merupakan kegiatan akademik dari mata kuliah Event Management yang bersifat pendidikan, bukan komersial. Razilu menambahkan, hak cipta terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Namun, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) hanya berperan sebagai pengawas LMKN dan tidak memiliki kewenangan langsung dalam penarikan royalti.
“Kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan LMKN,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI Kemenkumham, Agung Damarsasongko, menjelaskan dasar hukum LMKN menarik royalti adalah Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, khususnya Pasal 3 ayat (1) yang mengatur kewajiban pembayaran royalti atas pemanfaatan komersial.
“Namun apabila suatu kegiatan terbukti tidak bersifat komersial, penyelenggara dapat menyampaikan jawaban melalui surat yang ditujukan ke LMKN bahwa tiket yang dijual hanya sebatas menutupi kebutuhan operasional, bukan untuk keuntungan ekonomi,” jelas Agung.
DJKI menegaskan, mekanisme perlindungan hak cipta wajib dihormati. Royalti adalah hak ekonomi pencipta dan pemegang hak cipta yang dilindungi hukum. Namun, penyelenggara kegiatan pendidikan dan non-komersial juga berhak memperoleh kepastian hukum.
Lebih lanjut, Agung menyebut DJKI bersama LMKN yang baru dilantik pada Agustus 2025 tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Hak Cipta yang diinisiasi DPR. Regulasi tersebut diharapkan memperkuat pengelolaan, pengumpulan, dan distribusi royalti secara transparan dan adil.
Adapun pedoman teknis pengelolaan royalti telah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum Nomor 27 Tahun 2025 tentang pelaksanaan PP Nomor 56 Tahun 2021. Regulasi ini menjadi acuan LMKN dalam tata cara penarikan dan pendistribusian royalti.
Baca Juga: Rusdi Masse Resmi Jabat Wakil Ketua Komisi III DPR Gantikan Ahmad Sahroni
DJKI pun mengajak akademisi, mahasiswa, hingga pelaku industri musik untuk bersama-sama memahami pentingnya perlindungan kekayaan intelektual. (Antara)