Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nurdin Halid. ANTARA/HO-Komisi VI DPR RI
Matamata.com - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, mendorong semangat Indonesia First sebagai bentuk nyata nasionalisme ekonomi di tengah tekanan dan ketidakpastian kondisi global.
Seruan ini ia sampaikan dalam rapat kerja bersama Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di Jakarta, Rabu (16/7).
"Kalau Amerika mengusung America First, kita juga harus berani menggaungkan Indonesia First," kata Nurdin dalam keterangan tertulis yang diterima Jumat (18/7).
Menurutnya, semangat nasionalisme ekonomi harus tercermin dalam regulasi perdagangan yang berpihak pada kepentingan nasional, pelaku UMKM, serta penguatan ekspor. Ia menekankan bahwa kebijakan ekonomi nasional, termasuk yang dirumuskan Kementerian Perdagangan, mesti berlandaskan kepentingan nasional dan berpijak pada prinsip ekonomi konstitusi.
Nurdin menyebut bahwa prinsip ekonomi berdikari sejatinya telah tertuang dalam ajaran Trisakti Bung Karno, yakni berdaulat secara politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ia juga menyoroti bahwa Presiden Prabowo Subianto telah sering menyuarakan pentingnya nasionalisme ekonomi.
Setidaknya ada tiga modal utama yang dimiliki Indonesia untuk mewujudkan visi Indonesia First. Pertama, dasar ideologis berupa Pancasila, Pasal 33 UUD 1945, dan Tap MPR Nomor XVI Tahun 1998 yang menempatkan UMKM dan koperasi sebagai pelaku utama ekonomi nasional.
"Pancasila dan sistem ekonomi konstitusi mengamanatkan keadilan sosial serta pengelolaan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat," jelasnya.
Ia juga menyebut berbagai implementasi ekonomi konstitusi yang sudah berjalan, seperti hilirisasi sumber daya alam, keberadaan lebih dari 100 BUMN dengan 800-an subholding yang kini dikelola oleh Danantara, serta 150 ribu koperasi termasuk tambahan 80 ribu Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih.
Modal kedua, lanjut Nurdin, adalah kekayaan alam dan budaya Indonesia yang sangat beragam, memberikan keunggulan komparatif di pasar global. Produk-produk khas Indonesia, menurutnya, banyak diminati oleh pasar luar negeri.
Modal ketiga adalah jumlah penduduk yang besar, baik sebagai produsen maupun konsumen. Indonesia kini tengah menikmati bonus demografi dengan dominasi usia produktif yang tinggi.
Baca Juga: Tom Lembong Hadapi Vonis Hari Ini, Terancam 7 Tahun Penjara Kasus Korupsi Impor Gula
"Pelaku UMKM kita mencapai 62 juta orang yang mampu memproduksi berbagai hasil pertanian, perikanan, kerajinan, hingga makanan olahan," ujarnya.
Nurdin mencontohkan, pada semester I 2025, nilai penjajakan ekspor UMKM telah mencapai Rp1,41 triliun. Angka tersebut menunjukkan potensi besar jika dikelola dengan optimal.
Ia pun yakin visi ekonomi berdikari bisa terwujud seiring dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang berpegang pada ekonomi konstitusi berbasis Pancasila.
"Pak Prabowo selalu menegaskan visi dan misinya tentang ketahanan pangan dan energi yang bermuara pada kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” tambah Nurdin.
Sejumlah kebijakan strategis pemerintahan Prabowo-Gibran pun disebut mendukung hal tersebut, termasuk kelanjutan hilirisasi sumber daya alam serta pembentukan Danantara sebagai superholding untuk mempercepat transformasi BUMN.
Nurdin turut menyoroti capaian terbaru Presiden Prabowo dalam diplomasi perdagangan internasional, yakni keberhasilan menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 19 persen, sementara tarif impor produk AS ke Indonesia menjadi nol persen.
“Setidaknya, keberhasilan diplomasi itu menunjukkan kepemimpinan Pak Prabowo dan strategi Pemerintah di tengah dinamika ekonomi global yang lesu dan penuh ketidakpastian akibat perang, ketegangan regional, dan perang tarif,” ujar Nurdin. (Antara)