Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menjadi pembicara dalam Kongres Global ke-12 Kereta Cepat di Beijing, Selasa (8/7/2025). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Matamata.com - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwiyana Slamet Riyadi menegaskan bahwa China masih menjadi acuan utama dalam pengembangan teknologi kereta cepat di Indonesia.
Menurutnya, penggunaan satu sistem atau mazhab teknologi sangat penting demi kemudahan operasional dan pemeliharaan.
"Sebenarnya kalau mau mengembangkan suatu teknologi seperti kereta cepat, memang seharusnya merujuk pada satu mazhab tertentu untuk mempermudah di dalam pengoperasian dan perawatan," ujar Dwiyana kepada ANTARA di sela Kongres Global ke-12 Kereta Cepat di Beijing, Selasa (8/7).
Meski tidak menutup diri terhadap teknologi dari negara lain seperti Eropa, Jepang, atau Korea Selatan, Indonesia dinilai perlu menjaga konsistensi dalam standardisasi teknologi.
"Berdasarkan pengalaman, standardisasi teknologi itu penting, karena akan memudahkan semuanya, sedangkan bila menerapkan berbagai variasi teknologi di dalam infrastruktur maka dalam perawatannya pasti menyulitkan kita," tambahnya.
Pilihan Indonesia pada China didasarkan pada kemajuan pesat teknologi kereta cepat di negara tersebut.
“Di Tiongkok sekarang teknologinya benar-benar sudah advance. Saat ini mereka sedang mengembangkan kereta cepat untuk kecepatan 450 km per jam, jadi menurut saya ya wajar kalau China menjadi salah satu tujuan kita melakukan benchmark untuk teknologi kereta api cepat,” kata Dwiyana.
Teknologi dari China sepenuhnya diterapkan dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh), yang sekaligus menjadi implementasi pertama teknologi kereta cepat China di luar negeri.
“Sekarang Indonesia adalah negara kedua yang memiliki kereta api cepat dengan kecepatan 350 km per jam setelah China,” ungkapnya.
Meski demikian, Dwiyana mengingatkan bahwa pengembangan moda transportasi ini memerlukan dukungan kuat dari pemerintah karena tingginya kebutuhan investasi.
Baca Juga: Langkah Berani Andrew Hidayat di Balik IPO COIN yang Dibanjiri Investor
Ia menyebutkan, rencana proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya masih dalam tahap studi awal.
“Masih preliminary study, masih jauh, kecuali kalau pemerintah mendorong untuk pengerjaannya, kita tidak tahu 3 atau 5 tahun ke depan,” jelasnya.
Proyek Whoosh sendiri menelan investasi hingga 7,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp110,16 triliun, mengalami pembengkakan dari rencana awal sebesar 6 miliar dolar AS.
Kelebihan biaya sebesar 1,2 miliar dolar AS akan ditanggung oleh konsorsium Indonesia (60 persen) dan China (40 persen).
Dalam presentasinya di seminar, Dwiyana menyebut proyek Whoosh memiliki tingkat Internal Rate of Return (IRR) sebesar 12 persen.
Hal ini diamini oleh Kepala Pejabat Risiko Bank Ekspor-Impor China, Li Zhongyuan. “Nilai IRR kereta cepat Jakarta-Bandung yang mencapai 12 persen menarik karena mencerminkan proyek tersebut memiliki nilai ekonomi dan strategi yang kuat untuk tahap awal,” ujarnya.
Li menambahkan, proyek kereta cepat umumnya memiliki manfaat sosial tinggi namun juga menghadapi tantangan besar dalam pengembalian modal.
“Para investor masih perlu mempertimbangkan bagaimana cara mendapatkan kembali uang mereka dan tingkat ketersebaran risiko,” katanya.
Ia menekankan pentingnya strategi untuk mengonversi manfaat ekonomi menjadi pengembalian nyata, seperti melalui pengembangan kawasan di sekitar stasiun serta diversifikasi sumber pendanaan jika terjadi pembengkakan biaya.
Hingga Juni 2025, Whoosh telah melayani lebih dari 10 juta penumpang. Rekor tertinggi tercatat pada 27 Juni 2025, dengan 26.770 penumpang dalam sehari yang bertepatan dengan libur Tahun Baru Islam dan libur sekolah, serta 62 kali frekuensi perjalanan. (Antara)