Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal Zakaria Ali, mengapresiasi keramahan masyarakat Aceh kepada para relawan dan petugas. (ANTARA/HO-Kemendagri)
Matamata.com - Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal Zakaria Ali, memberikan apresiasi tinggi terhadap tradisi peumulia jamee adat geutanyoe yang dipraktikkan masyarakat Aceh.
Budaya memuliakan tamu tersebut tetap dijalankan warga kepada para relawan dan petugas penanganan bencana, meski masyarakat sendiri sedang terdampak musibah.
Safrizal, yang juga merupakan Pj Gubernur Aceh periode 2024-2025, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan bagian tak terpisahkan dari adat Aceh, baik dalam kondisi suka maupun duka.
“Kalbu saya selalu bergetar menyaksikan warga terdampak banjir masih sempat-sempatnya menyajikan air kelapa atau durian kepada relawan yang membantu warga. Padahal tanpa diberikan air kelapa, relawan paham kondisi. Pemberian hadiah ini sebagai tanda ucapan terima kasih,” ujar Safrizal dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (27/12).
Ia menyampaikan terima kasih kepada para relawan dari berbagai organisasi, daerah, maupun diaspora yang telah turun ke lapangan. Safrizal berharap keramahan tuan rumah dapat memberikan semangat dan kesan positif bagi pihak yang membantu.
"Dari kesan ini insya Allah akan lebih banyak lagi yang datang mengulurkan tangan kepada korban banjir dan longsor," tuturnya.
Safrizal menceritakan beberapa momen haru di lapangan, termasuk saat petugas maritim yang membawa alat berat ke Pidie Jaya disuguhi air kelapa muda oleh warga korban banjir di tengah kelelahan mereka.
Hal serupa terjadi di Gayo Lues, di mana warga memberikan durian kepada personel TNI yang baru saja menurunkan bantuan menggunakan helikopter.
“Di video saya saksikan setelah personel TNI menurunkan bantuan di Gayo Lues, warga termasuk perempuan berlarian ke helikopter memberikan durian sebagai tanda terima kasih karena itu yang warga punya. Padahal personel TNI tidak perlu diberikan karena itu sudah kewajiban negara. Namun warga berpatokan peumulia jamee adat geutanyoe, maka diberikan yang warga miliki dalam kondisi bencana,” ungkap Safrizal.
Kejadian serupa dialami aktivis lingkungan Farwiza Farhan yang masuk dalam daftar TIME100 Next 2022. Saat menyalurkan bantuan di Pidie Jaya, Farwiza dan timnya mengaku terharu hingga menitikkan air mata ketika menerima suguhan air kelapa dari warga yang sedang tertimpa musibah.
Baca Juga: DPR Dukung Strategi Hilirisasi Pertanian Rp371 Triliun untuk Kedaulatan Pangan
Terkait progres penanganan pascabencana, Safrizal menegaskan fokus pemerintah saat ini adalah pada percepatan penyediaan hunian sementara. “Kita fokus kepada percepatan mendirikan hunian sementara yang mencapai sekitar 500 ribu pengungsi di tiga provinsi,” jelasnya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Sabtu (27/12/2025), bencana hidrometeorologi yang melanda sejak awal Desember ini telah menyebabkan 1.137 orang meninggal dunia dan 163 orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Bencana banjir dan tanah longsor ini berdampak pada 52 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, dengan total warga yang mengungsi mencapai 457 ribu jiwa. (Antara)