Arsip - Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia. (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Matamata.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia disebut akan melakukan evaluasi terhadap aktivitas pertambangan di Sumatera, khususnya yang dinilai tidak menerapkan good mining practice atau kaidah pertambangan yang baik setelah terjadinya banjir bandang baru-baru ini.
“Siap-siaplah itu (tambang) yang berdampak segala macam terhadap lingkungan, akan dievaluasi untuk tambang dan lain-lainnya,” ujar Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin (1/12).
Anggia menegaskan bahwa evaluasi akan difokuskan pada perusahaan tambang yang dinilai menimbulkan kerusakan lingkungan dan ekosistem akibat praktik operasional yang tidak sesuai kaidah.
Ia menambahkan, saat ini prioritas Kementerian ESDM adalah pemulihan wilayah terdampak banjir serta memastikan suplai energi bagi instansi yang terlibat dalam proses penanganan.
“Misalkan, (memenuhi) kebutuhan solar untuk bahan bakar alat-alat berat Kementerian PU, untuk membuka dan membersihkan lokasi itu kan butuh banyak BBM di situ. Jadi itu diarahkan Pak Menteri untuk segera didistribusikan, meskipun tantangannya sulit,” jelas Anggia.
Kritik dari Aktivis Lingkungan
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, menilai Sumatera telah diperlakukan sebagai “zona pengorbanan” bagi industri minerba. Ia mencatat sedikitnya ada 1.907 izin tambang aktif dengan luas mencapai 2.458.469,09 hektare di wilayah tersebut.
“Di tingkat kawasan hutan, skema Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) menjadi pintu utama pelepasan fungsi lindung menjadi ruang ekstraksi,” kata Melky.
Saat ini, terdapat 271 PPKH di Sumatera dengan total luas 53.769,48 hektare. Dari jumlah tersebut, 66 izin diberikan untuk tambang seluas 38.206,46 hektare, sementara sisanya digunakan untuk panas bumi, migas, energi lainnya, telekomunikasi, hingga kepentingan pemerintah.
Melky juga menyoroti keberadaan PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola tambang emas Martabe, sebagai salah satu pemegang izin. Ia menyebut bukaan lahan di kawasan hutan terkait kegiatan tambang tersebut diperkirakan mencapai 570,36 hektare, yang dinilai mempengaruhi ekosistem daerah aliran sungai.
Klarifikasi dari PT Agincourt Resources
Menanggapi tudingan tersebut, PTAR menegaskan bahwa lokasi banjir bandang di Desa Garoga tidak berada dalam wilayah operasional mereka.
Baca Juga: Unggahan Menyedihkan Richa Novisha, usai Meninggalnya Sang Suami Gary Iskak
“Lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga/Aek Ngadol, yang berbeda dan tidak terhubung dengan DAS Aek Pahu, tempat PTAR beroperasi,” kata Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono.
Ia juga menyebut bahwa pemantauan internal perusahaan tidak menemukan bukti yang mengaitkan material kayu di lokasi banjir dengan aktivitas pertambangan mereka.
“Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir. PTAR mendukung penuh kajian komprehensif yang dilakukan pemerintah atas seluruh faktor penyebab bencana ini dan siap bekerja sama secara transparan,” ujarnya. (Antara)