Suasana terkini kondisi Kantor DPRD Kota Makassar usai dibakar massa di Jalan Andi PangeranPettarani Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (30/8/2025). (ANTARA/Darwin Fatir)
Matamata.com - Kapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Kombes Pol Arya Perdana menegaskan aksi penyampaian aspirasi yang dilakukan secara damai akan selalu dikawal aparat. Namun, ia menekankan bahwa tindakan anarkis tidak bisa lagi disebut sebagai bagian dari gerakan mahasiswa atau organisasi masyarakat, melainkan perbuatan kriminal.
“Komitmen kepolisian untuk mengawal aksi unjuk rasa damai, namun akan bertindak tegas terhadap setiap tindakan anarkis,” ujarnya di Makassar, Senin (1/9).
Arya menjelaskan, insiden bentrokan pada 29 Agustus 2025 terjadi karena jumlah aparat yang hanya sekitar 200 personel tidak sebanding dengan massa yang mencapai 2.000 orang dan tersebar di DPRD Kota serta DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Ia menambahkan, aparat yang bertugas saat itu tidak dilengkapi senjata, hanya menggunakan tameng, sebagai bentuk komitmen Kapolri agar tidak melukai pengunjuk rasa.
“Yang tidak boleh disakiti adalah pengunjuk rasa, bukan anarki,” jelasnya.
Namun, situasi memanas ketika massa melempari aparat dengan batu dan bom molotov. Untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak, polisi memilih menarik diri dan tidak melakukan bentrokan langsung.
Menurut Arya, isu awal yang diangkat massa terkait Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta sikap anggota DPR RI, tetapi di lapangan justru berubah dengan menyerang aparat kepolisian.
“Kami tidak bisa mengambil risiko tanpa bantuan TNI. Bahkan Damkar pun dihalangi massa,” terangnya.
Atas peristiwa itu, Arya menyampaikan duka mendalam atas korban jiwa, termasuk seorang staf DPRD Makassar. Ia menegaskan, keputusan Presiden dan perintah Kapolri sudah jelas: seluruh pelaku kerusuhan akan diproses hukum.
“Siapapun yang melakukan tindakan anarkis, bukan lagi masyarakat, bukan lagi mahasiswa, bukan lagi ormas. Mereka penjahat, dan akan kami tindak tegas,” tegasnya. (Antara)
Baca Juga: Prabowo Sebut Pembakaran DPRD Makassar sebagai Tindakan Makar, Bukan Aspirasi