Libatkan Peneliti, Kebijakan Publik Dinilai Lebih Efektif dan Hemat Anggaran

Pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, didorong lebih aktif melibatkan peneliti dalam proses penyusunan kebijakan publik. Keterlibatan kalangan akademisi dinilai penting agar program yang dijalankan memiliki dampak nyata sekaligus menekan

Elara | MataMata.com
Sabtu, 23 Agustus 2025 | 16:45 WIB
Wakil Rektor Bidang Riset dan Alih Teknologi Universitas Bina Nusantara (BINUS University) berikan keterangan pers pada acara The 7th International Conference on Biospheric Harmony (ICOBAR)  dan Forum Ilmiah Diaspora Indonesia (FIDI) di kampus Binus Tangerang Sabtu. ANTARA/Irfan

Wakil Rektor Bidang Riset dan Alih Teknologi Universitas Bina Nusantara (BINUS University) berikan keterangan pers pada acara The 7th International Conference on Biospheric Harmony (ICOBAR) dan Forum Ilmiah Diaspora Indonesia (FIDI) di kampus Binus Tangerang Sabtu. ANTARA/Irfan

Matamata.com -  Pemerintah, baik di tingkat daerah maupun pusat, didorong lebih aktif melibatkan peneliti dalam proses penyusunan kebijakan publik. Keterlibatan kalangan akademisi dinilai penting agar program yang dijalankan memiliki dampak nyata sekaligus menekan biaya karena didasarkan pada kajian komprehensif.

"Kita ingin menekankan kepada Pemerintah, marilah ajak ilmuwan, saintis, dan peneliti, dari berbagai multi disiplin dalam membuat kebijakan agar sesuai dengan sasaran yakni AstaCita. Jangan sampai ada program yang hanya sekadar saja, sehingga membuang anggaran," ujar Wakil Rektor Bidang Riset dan Alih Teknologi Universitas Bina Nusantara (BINUS) dalam acara The 7th International Conference on Biospheric Harmony (ICOBAR) dan Forum Ilmiah Diaspora Indonesia (FIDI) di Tangerang, Sabtu (23/8).

Ia menegaskan, kebijakan berbasis sains dan penelitian akan memberikan dampak signifikan pada masyarakat. Apalagi, kata dia, kebutuhan masyarakat kini erat kaitannya dengan teknologi dan digitalisasi sehingga peran peneliti penting untuk memberi masukan yang sesuai kebutuhan daerah.

"Intinya kita ingin kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dilandaskan sains. Karena ketika ada penelitian yang memang mendalam, maka dampaknya juga akan positif," tambahnya.

BINUS University sendiri menggelar ICOBAR-FIDI Joint Scientific Forum pada 23–24 Agustus 2025. Forum ilmiah internasional ini menghadirkan profesor dan presenter dari lebih 20 negara, di antaranya Harvard Medical School, The University of Tokyo, Constructor University Bremen, University of Otago, Universitas Indonesia, serta sejumlah universitas lainnya.

Acara tersebut menjadi ajang pertemuan ilmuwan, akademisi, praktisi industri, hingga pembuat kebijakan untuk berdiskusi, mempresentasikan hasil riset, sekaligus membangun kolaborasi strategis dalam menjawab tantangan global terkait ketahanan biosfer dan keberlanjutan lingkungan hidup.

“Dunia menghadapi tantangan yang semakin serius akibat perang, kesenjangan sosial, dan pola kerja yang terkotak-kotak. Maka itu hasil dari pertemuan ini akan diberikan rangkuman kepada pemerintah untuk jadi bagian kebijakan," katanya.

Ketua Panitia ICOBAR-FIDI, Hilda Farida, menjelaskan kegiatan tahun ini juga bermitra dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4). Tema yang diangkat, “Global Synergy for Biospheric Resilience”, menegaskan pentingnya kerja sama lintas batas dalam menghadapi isu lingkungan, termasuk perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan krisis sumber daya alam.

"Melalui forum ini BINUS University dan I-4 berharap dapat memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (SDGs) melalui pendekatan ilmiah yang kolaboratif dan berbasis solusi," ucap Hilda.

Ketua Umum I-4 Prof. Fatwa Firdaus Abdi menambahkan, I-4 memiliki visi untuk menjembatani kolaborasi pengetahuan antara ilmuwan diaspora dan institusi dalam negeri.

Baca Juga: Wapres Gibran Tegaskan Pembangunan IKN Terus Berjalan, Minta Warga Tak Percaya Hoaks

“Kemitraan antara I-4 dan BINUS University melalui kegiatan ini merupakan langkah strategis memperkuat kolaborasi ilmiah diaspora Indonesia dengan akademisi dalam negeri," katanya. (Antara)

×
Zoomed
Berita Terkait TERKINI

Pemerintah Indonesia menepis kabar yang menyebut perundingan tarif perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) berada di amb...

news | 16:16 WIB

Perum Bulog Cabang Cianjur, Jawa Barat, menegaskan ketersediaan beras untuk masyarakat aman hingga memasuki awal 2026. S...

news | 15:00 WIB

Anggota Komisi IV DPR RI, Robert J. Kardinal, mendorong masyarakat luas untuk memberikan masukan dalam proses revisi Und...

news | 13:30 WIB

Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan bahwa pemerintah memusatkan agenda besar pada 2026 untuk mewujudkan swasemb...

news | 12:00 WIB

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyataka...

news | 11:15 WIB

Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan bahwa masyarakat diperbolehkan menggalang dana untuk membantu ko...

news | 09:15 WIB

Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa bencana yang terjadi di A...

news | 08:00 WIB

Salah satu korban kebakaran Ruko Terra Drone di Kemayoran, Jakarta Pusat, yang terjadi pada Selasa siang, diketahui seda...

news | 07:00 WIB

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memberi izin pemanfaatan kayu yang terbawa arus banjir di Sumatera sebagai material dar...

news | 06:00 WIB

Kementerian Sosial (Kemensos) mengoperasikan 39 dapur umum di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat dengan total belanj...

news | 17:15 WIB