Penasihat I DWP Kemensos Fatma Saifullah Yusuf (kanan) didampingi Penasihat II DWP Kemensos Intan Agus Jabo mewarnai kain sebagai dasar kerajinan batik di Blitar, Jawa Timur, Minggu (22/6/2025). ANTARA/HO-Biro Humas Kemensos
Matamata.com - Kementerian Sosial (Kemensos) menyalurkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) senilai Rp37,1 juta kepada 25 perajin batik penyandang disabilitas di Rumah Kinasih, Blitar, Jawa Timur.
Bantuan ini diserahkan oleh Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemensos bersama Sentra Prof. Dr. Soeharso Solo sebagai bentuk dukungan terhadap kemandirian dan keberlanjutan hidup Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS).
"Bantuan ini menjadi bukti nyata kehadiran negara dalam mendukung pemberdayaan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas," ujar Penasihat I DWP Kemensos, Fatma Saifullah Yusuf, dalam kunjungan ke Rumah Kinasih, Rabu (25/6).
Rumah Kinasih yang berdiri sejak 2017 berfungsi sebagai pusat pelatihan, rehabilitasi, sekaligus wirausaha inklusif. Fokus utama lembaga ini adalah produksi batik ciprat dalam bentuk kain, busana, dompet, dan tas. Saat ini, lembaga ini membina 52 orang penyandang disabilitas, lansia telantar, serta individu yang pernah bermasalah hukum.
Menurut pendirinya, Edi Cahyono, lebih dari 20 penghuni Rumah Kinasih tinggal menetap karena tidak memiliki keluarga. Mereka dilatih untuk membatik, menjalani pembinaan spiritual, serta diberdayakan melalui program Bina Diri agar hidup lebih mandiri.
Setiap harinya, para perajin disabilitas mampu menghasilkan lima hingga enam lembar kain batik. Meski penghasilan tidak tetap, sebagian dari mereka kini menjadi tulang punggung keluarga.
Salah satunya Yuni, penyandang disabilitas daksa, yang berhasil membeli sepeda motor tunai dan memiliki tabungan hingga Rp9 juta. Ada juga Harianto yang bisa membantu renovasi rumah keluarganya dari hasil membatik.
“Banyak dari mereka yang dulu dianggap aib, kini menjadi kebanggaan,” ujar Edi.
Sebagai bentuk dukungan berkelanjutan, Kemensos menerbitkan Kepmensos Nomor 50 Tahun 2025 yang mewajibkan pegawainya mengenakan batik ciprat di hari tertentu.
Fatma dan jajaran DWP juga sempat meninjau langsung proses produksi batik ciprat dan mengapresiasi ketelatenan para perajin, termasuk yang mengalami disabilitas mental.
Baca Juga: Produk Mamin RI Raup Potensi Transaksi Rp488 Miliar di Pameran Thaifex Thailand
Edi berharap masyarakat membeli produk batik ciprat bukan karena rasa iba, tapi karena kualitasnya yang layak dihargai. (Antara)