Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama dan Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Luky Alfirman menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (24/11/2025) (ANTARA/Bayu Saputra) Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama dan Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Luky Alfirman menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (24/11/2025) (ANTARA/Bayu Saputra)
Matamata.com - Komisi XI DPR RI mendesak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk memperkuat pengawasan arus barang dengan mengalihkan status alat pemindai kontainer Hico-Scan (Hi-Co Scan) menjadi aset negara.
Desakan tersebut muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Jakarta, Senin, usai Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama menjelaskan bahwa Hico-Scan terbukti efektif menutup celah penyelundupan, namun hingga kini masih berada di bawah pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).
Djaka menyampaikan bahwa pemanfaatan Hico-Scan menjadi langkah penting dalam meminimalkan kebocoran, khususnya pada sektor tekstil, elektronik, kosmetik, dan komoditas lain yang rawan diselundupkan. Alat ini kini telah beroperasi di sejumlah pelabuhan utama seperti Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, dan Belawan.
“Seperti apa yang kemarin diteliti pada saat kunjungan Pak Menteri Keuangan (Purbaya Yudhi Sadewa) di Surabaya, itu juga adalah berdasarkan hasil Hico-Scan, termasuk juga beberapa waktu lalu kita berhasil menggagalkan ekspor fiktif yang dilakukan di kawasan berikat,” kata Djaka.
Hico-Scan bahkan membantu membongkar upaya ekspor rokok yang isinya diganti air mineral. Kendati demikian, Komisi XI DPR menilai efektivitas tersebut belum berjalan maksimal.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengkritik peralatan pemindai yang selama ini tidak berfungsi optimal meski berada di bawah pengawasan Bea Cukai.
“Selama ini kita tahu Bea Cukai itu punya di banyak pelabuhan, tapi selama ini enggak hidup. Kalau sekarang dihidupkan kita senang Pak. Kita beberapa kali kunker spesifik ke pelabuhan-pelabuhan, mengecek peralatan itu, semua enggak hidup Pak,” ujar Misbakhun.
Hico-Scan sendiri merupakan perangkat X-ray untuk memindai peti kemas tanpa membuka kontainer. Namun alat ini merupakan fasilitas milik Pelindo dan diproduksi oleh PT Graha Segara. Kondisi tersebut membuat Komisi XI menyoroti tata kelola aset.
Misbakhun menegaskan bahwa peralatan pemindai seharusnya menjadi aset Bea Cukai agar pengawasan bisa dilakukan sepenuhnya tanpa ketergantungan kepada operator pelabuhan.
“Ini kan sebenarnya aset bukan asetnya Bapak (Bea Cukai), sementara lalu lintas barang itu tanggung jawab Bapak. Ke depan Pak, ini enggak boleh menjadi asetnya orang lain, harus menjadi asetnya Bea Cukai, dimiliki oleh negara, dan dioperasionalkan oleh Bea Cukai,” tegasnya.
Baca Juga: DPR RI Distribusikan 98 Ton Bibit Jagung untuk Dongkrak Produksi di Muna dan Mubar
Ia juga memperingatkan potensi celah penyelundupan jika alat pemindai mengalami kerusakan, mengingat perangkat ini beroperasi 24 jam dan membutuhkan pemeliharaan berkelanjutan. Ketergantungan pada anggaran Pelindo dinilai menghambat respons cepat bila terjadi gangguan operasional.
Oleh karena itu, Misbakhun meminta Bea Cukai menyiapkan langkah strategis agar Hico-Scan dapat segera dialihkan menjadi aset negara, sehingga pengawasan arus barang dapat berjalan lebih efektif tanpa hambatan teknis maupun administratif. (Antara)