Agrarian Affairs and Spatial Planning Minister Nusron Wahid on the sidelines of a meeting with the Public Works Ministry in Jakarta on Wednesday (October 29, 2025). (ANTARA/Aji Cakti)
Matamata.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menyiapkan lahan seluas satu juta hektare untuk mendukung kebijakan pemerintah yang mewajibkan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mencampur 10 persen etanol ke dalam bahan bakar (E10).
Menteri ATR Nusron Wahid mengatakan, pihaknya telah mengidentifikasi sekitar 240 ribu hektare lahan di 18 provinsi yang berpotensi digunakan untuk pembangunan pabrik etanol.
“Kami masih berupaya memperluas cakupan hingga satu juta hektare,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/10).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui penerapan kebijakan campuran bahan bakar etanol wajib 10 persen (E10). Langkah ini bertujuan mengurangi impor bahan bakar fosil dan emisi karbon.
Bahlil menilai, kebijakan E10 merupakan strategi nasional untuk memperkuat kemandirian energi sekaligus mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut Presiden Prabowo telah menginstruksikan jajarannya menyiapkan satu juta hektare lahan untuk budidaya singkong, sebagai salah satu bahan baku utama etanol selain jagung dan tebu.
“Proyek singkong ini akan dilaksanakan di seluruh Indonesia, namun lokasi spesifiknya masih menunggu koordinasi dengan Menteri ATR,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan kebijakan E10 mulai diterapkan pada 2027, dengan kebutuhan etanol sekitar 1,4 juta kiloliter per tahun. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah berencana memberikan insentif, termasuk potensi pembebasan pajak, bagi perusahaan yang berinvestasi dalam produksi etanol di dalam negeri.
Sebagai bagian dari kerja sama internasional, Indonesia dan Brasil juga telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang pengembangan biofuel berbasis etanol yang ramah lingkungan. Kesepakatan itu ditandatangani di Jakarta pada 23 Oktober, disaksikan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva. (ANtara)