Aktor Vino G Bastian (tengah) bersama sutradara Ernest Prakasa (kiri), dan produser Dipa Andika (kanan) saat acara gala perdana film "Lupa Daratan" di bioskop kawasan Senayan, Jakarta, Rabu (10/12/2025). (ANTARA/Abdu Faisal)
Matamata.com - Film drama komedi terbaru Netflix, Lupa Daratan, hadir sebagai ajang pembuktian bagi sineas komedi Indonesia dalam menakar sejauh mana karya mereka mampu berbicara di panggung global.
Tayang serentak di Netflix sejak 11 Desember 2025, film ini tidak sekadar menawarkan tawa, tetapi juga mengajak penonton menelusuri rapuhnya ego dan harga diri seorang figur publik yang berada di puncak popularitas.
Diproduseri Dipa Andika dan Nurita Anandia, Lupa Daratan menandai pertemuan kreatif pertama antara Ernest Prakasa sebagai sutradara sekaligus penulis skenario dengan aktor papan atas Vino G. Bastian.
Premis ceritanya terbilang tak lazim dalam genre komedi: seorang aktor ternama yang tengah berada di puncak karier justru kehilangan seluruh kemampuan aktingnya secara misterius.
Berbeda dari film-film Ernest sebelumnya yang memisahkan peran drama dan komedi secara tegas, Lupa Daratan memilih pendekatan baru. Vino sebagai tokoh utama Vino Agustian, bersama karakter terdekatnya seperti Dimi (Dea Panendra) dan Iksan (Agus Kuncoro), turut terlibat langsung dalam berbagai situasi komedi.
Vino G. Bastian, peraih Piala Citra 2008 lewat film Radit dan Jani, dipercaya menghidupkan karakter aktor sukses yang terjebak dalam kondisi “lupa daratan”. Sosok ini digambarkan sombong, egois, dan mengejar mimpi besar tanpa lagi dijalani dengan sepenuh hati.
Drama Kuat, Komedi Diuji
Arahan Ernest membuat Vino menghadapi tantangan unik. “Lebih susah berakting untuk tidak bisa akting,” menjadi gambaran situasi yang dihadapi aktor tersebut. Vino tampil total dalam menyajikan kegagalan akting secara natural, meski pendekatan yang terlalu mengandalkan gimik dinilai berisiko melemahkan situasi komedi.
Film ini mengusung formula lawakan yang bertumpu pada kegagalan karakter dalam mempersepsikan situasi. Ketika penonton tertawa melihat keanehan akting Vino, sang karakter sejatinya tengah bersikap serius. Ketidakmampuannyalah yang memunculkan kelucuan.
Konsultan Komedi Ardit Erwandha menilai pendekatan ini menjadikan komedi sebagai penggerak cerita, bukan sekadar tempelan.
Kekuatan utama film justru terletak pada dramanya. Cerita berhasil menembus gemerlap industri hiburan untuk menyoroti sisi manusiawi yang sering terabaikan: pentingnya dukungan orang terdekat serta kerendahan hati di tengah kesuksesan.
Baca Juga: Miss Tourism International Indonesia 2024, Nagia Halisa Meriahkan 'Safari Bazaar Putaran 16'
Adegan reflektif antara Vino Agustian dan kakaknya, Iksan, menjadi salah satu momen emosional yang kuat. Akting Vino G. Bastian dan Agus Kuncoro menegaskan pesan bahwa keluarga yang berjuang sejak awal kerap terlupakan saat kesuksesan datang.
Karakter Iksan digambarkan sebagai sosok abang yang bertanggung jawab dan mencintai adiknya lebih dari dirinya sendiri. Agus Kuncoro menghadirkan karakter yang abu-abu dan manusiawi, membuat film ini minim tokoh yang sepenuhnya bisa dilabeli antagonis.
Tantangan Menembus Pasar Global
Meski dramanya dinilai matang, komedi Lupa Daratan justru menjadi titik kritik. Upaya Ernest keluar dari zona nyaman dengan merombak formula komedi sebelumnya patut diapresiasi, namun dinilai belum sepenuhnya menemukan comedic timing yang kuat.
Di tengah ambisi menjangkau penonton global, film ini menghadapi tantangan dalam menyampaikan humor yang kerap bertumpu pada referensi lokal. Produser Dipa Andika menegaskan ambisi tersebut dengan pernyataan, “Ini saatnya kita mengenalkan drama komedi Indonesia ke seluruh dunia.”
Namun, sejumlah humor seperti parodi judul film pemenang penghargaan, plesetan nama komedian, hingga adegan penghargaan berpotensi sulit dipahami penonton internasional karena membutuhkan konteks lokal yang spesifik.
Penggambaran perilaku wartawan dalam film juga menjadi sorotan. Jika adegan tersebut sekadar gimik tanpa berangkat dari etika jurnalistik, maka esensi “golden rule” komedi yang diusung film dinilai menjadi kabur.
Visual dan Produksi
Dalam proses produksinya, Ernest bekerja dengan sejumlah kolaborator baru, termasuk sinematografer Bella Panggabean dan penata artistik Tepan Kobain. Bella mengekspresikan kontras batin Vino Agustian melalui warna: merah dan oranye untuk ego, serta biru dan hijau untuk fase pencarian diri.
Tepan Kobain menghadirkan kontras visual lewat desain set, mulai dari kantor rumah produksi dan ruang penghargaan yang megah hingga bengkel sederhana milik Iksan.
Sebagai film Imajinari dengan jumlah pemeran terbanyak sejauh ini, Lupa Daratan dipenuhi kameo yang sayangnya belum berfungsi signifikan dalam cerita. Akting pemain senior seperti Arswendy Bening Swara dinilai kurang dimaksimalkan, sementara Mike Lucock dan Morgan Oey tampil cukup solid.
Hingga ulasan ini ditulis, Lupa Daratan (Lost in the Spotlight) mencatatkan rating 6,1/10 di Internet Movie Database (IMDb). (Antara)