Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (11/6/2025). ANTARA/Rio Feisal
Matamata.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah menerbitkan peraturan presiden yang secara tegas mengatur larangan rangkap jabatan, menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025.
Putusan itu melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN/swasta, maupun pimpinan organisasi yang mendapat pendanaan dari APBN atau APBD.
“Mendorong lahirnya peraturan presiden atau peraturan pemerintah yang secara jelas mengatur definisi, ruang lingkup, daftar larangan jabatan, serta sanksi terkait konflik kepentingan dan rangkap jabatan,” kata Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Aminudin di Jakarta, Kamis.
Aminudin menambahkan, regulasi tersebut juga perlu diselaraskan dengan sejumlah undang-undang, antara lain UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, serta UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Selain itu, KPK merekomendasikan reformasi sistem remunerasi pejabat publik melalui penerapan gaji tunggal agar tidak ada peluang penghasilan ganda akibat rangkap jabatan.
“Ketiga, mengusulkan reformasi remunerasi pejabat publik melalui sistem gaji tunggal yang menghapuskan peluang penghasilan ganda akibat rangkap jabatan,” ujarnya.
KPK juga mendorong pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN maupun lembaga publik guna meningkatkan transparansi, termasuk perbaikan skema pensiun.
Sementara itu, penyusunan standar operasional prosedur investigasi konflik kepentingan perlu dilakukan sesuai standar The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Kelima, penyusunan standar operasional prosedur investigasi konflik kepentingan sesuai standar The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk dijalankan secara konsisten oleh Inspektorat maupun Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN,” jelasnya.
Menurut Aminudin, lima poin rekomendasi tersebut merupakan hasil kajian KPK tentang rangkap jabatan dan dampaknya terhadap integritas serta tata kelola lembaga publik. Kajian itu berlangsung sejak Juni hingga Desember 2025.
Baca Juga: DPR Ingatkan Penyaluran Rp200 Triliun ke Himbara Harus Prioritaskan UMKM
“Rata-rata kasus korupsi berawal dari benturan kepentingan, sehingga kajian ini sangat penting untuk mencegah risiko tersebut. Kami berharap kajian ini menjadi landasan reformasi tata kelola publik yang lebih kuat,” katanya.
Ia menegaskan, urgensi pembenahan semakin terlihat setelah putusan MK. Berdasarkan data KPK bersama Ombudsman RI pada 2020, dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, 49 persen di antaranya tidak sesuai dengan kompetensi teknis. Sementara 32 persen berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Putusan MK mengenai larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri diputuskan pada 28 Agustus 2025. Dengan putusan itu, Pasal 23 UU Kementerian Negara kini berbunyi:
“Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.” (Antara)