Joko Anwar. (Suara.com/Nanda Hadiyanti)
Matamata.com - Wacana Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, untuk mengirim siswa yang dianggap bandel ke barak militer terus menuai tanggapan dari berbagai pihak. Kontroversi terkait efektivitas dan dampak psikologis kebijakan tersebut semakin mencuat, terutama setelah sutradara kondang Joko Anwar turut angkat bicara di media sosial.
Dedi Mulyadi, dalam sebuah pernyataannya, mengusulkan agar anak-anak yang kerap melakukan pelanggaran di sekolah bisa memperoleh pembinaan di barak militer. Kebijakan tersebut, menurutnya, bertujuan untuk membentuk karakter disiplin dan memperbaiki perilaku siswa.
"Kalau anak-anak itu nakal, ya kita kirim saja ke barak militer untuk diatur kedisiplinannya, supaya lebih baik lagi," ujarnya kepada awak media.
Namun, ide tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik. Banyak pihak menilai, pembinaan melalui cara militeristik berisiko menimbulkan trauma dan tidak relevan dengan tujuan pendidikan yang seharusnya membangun karakter secara persuasif.
Salah satu suara kritis datang dari Joko Anwar. Melalui akun media sosial pribadinya, Joko menulis tanggapan yang cukup menohok atas wacana itu.
Joko Anwar mempertanyakan efektivitas pendekatan militer dalam menangani perilaku siswa. Ia berpendapat, metode represif semacam itu selama ini tidak pernah benar-benar membuahkan hasil positif.
“Setua saya, saya belum pernah menemukan satu pun anak yang bermasalah bertahun-tahun jadi baik setelah dikasari, dibentak-bentak,” tulis Joko Anwar di Twitter.
Sutradara film Pengabdi Setan itu menegaskan pentingnya menghadirkan lingkungan pendidikan yang lebih manusiawi dan tidak mengedepankan kekerasan, baik secara verbal maupun fisik.
Menurutnya, anak-anak memerlukan pendekatan yang empatik, bukan intimidasi. "Kasih sayang dan pemahaman itu penting, bukan tindakan kekerasan," lanjutnya.
Wacana Dedi Mulyadi kemudian menuai reaksi beragam dari masyarakat. Ada yang mendukung usulan tersebut dengan alasan menegakkan disiplin di sekolah, namun banyak pula yang setuju dengan Joko Anwar, bahwa pendidikan tidak seharusnya mencontoh cara-cara lama yang terbukti tidak efektif.
Di berbagai platform media sosial, perdebatan antara pendukung dan penentang kebijakan ini terus bergulir. Pengamat pendidikan turut angkat bicara, menyarankan agar pemerintah daerah mengutamakan metode pendidikan yang menumbuhkan kepercayaan diri serta kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
“Kedisiplinan memang penting, tapi harus dibarengi pendidikan karakter yang positif dan jauh dari kekerasan,” ungkap salah satu pengamat pendidikan yang enggan disebutkan namanya.
Sebagai pejabat publik, Dedi Mulyadi menegaskan, dirinya tetap terbuka terhadap kritik dan masukan. Ia menyampaikan, segala kebijakan terkait peningkatan kualitas pendidikan akan dikaji secara matang dan melibatkan berbagai pihak, termasuk orang tua, tenaga pendidik, serta pakar pendidikan.
Debat publik mengenai efektivitas barak militer sebagai solusi penanganan siswa bermasalah ini menjadi cermin bahwa persoalan pendidikan membutuhkan perhatian dan kebijakan yang bijak.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengevaluasi setiap keputusan dengan mendengarkan suara masyarakat, tenaga pendidik, dan psikolog agar tidak terjadi dampak buruk pada perkembangan anak.
Pada akhirnya, polemik ini menggambarkan bahwa membina generasi muda tidak cukup hanya dengan kedisiplinan ketat, namun juga kasih sayang, pemahaman, dan pendekatan pendidikan yang menyeluruh. Kata-kata Joko Anwar menjadi pengingat agar semua pihak lebih bijak dalam menentukan metode terbaik demi masa depan anak bangsa.