Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno (kedua kanan) dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Kamis (13/11/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
Matamata.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan dua area pertambangan PT Freeport Indonesia, yakni Deep Mill Level Zone (DMLZ) dan Big Gossan, telah kembali beroperasi setelah sebelumnya tidak terdampak insiden longsor di Grasberg Block Cave (GBC).
“Udah, udah (beroperasi), yang DMLZ sama Big Gossan,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, usai menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis.
Meski sudah beroperasi, Tri menegaskan bahwa kedua tambang tersebut belum kembali berproduksi. Nantinya, ketika proses produksi telah berjalan, hasil tambang akan sepenuhnya diserap oleh smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur.
“Iya (diserap sepenuhnya oleh smelter Freeport). Kurang malah (konsentratnya), kurang,” kata Tri menambahkan.
Berdasarkan data PT Freeport Indonesia, rata-rata produksi bijih perusahaan pada 2024 mencapai 208.356 ton per hari, yang terdiri atas tembaga, emas, dan perak. Dari total tersebut, produksi GBC menyumbang sekitar 133.800 ton per hari, DMLZ 64.900 ton, dan Big Gossan 8.000 ton per hari. Dengan demikian, kontribusi GBC mencapai sekitar 64 persen dari total kapasitas produksi Freeport.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, menyampaikan bahwa smelter Freeport di Gresik sempat tidak beroperasi akibat terhentinya pasokan konsentrat sejak terjadinya longsor di area tambang bawah tanah GBC, Tembagapura, Papua Tengah, pada 8 September 2025.
Akibat peristiwa tersebut, Freeport menghentikan seluruh aktivitas tambang untuk memfokuskan upaya evakuasi tujuh pekerja yang terjebak. Proses pencarian berlangsung hingga 6 Oktober 2025, saat seluruh korban berhasil ditemukan.
“Mudah-mudahan kami bisa segera beroperasi walaupun tidak dalam kapasitas penuh, supaya bisa ada konsentrat yang kami produksi untuk dikirim ke smelter-smelter,” ujar Tony.
Tony menambahkan, perusahaan saat ini fokus melakukan restorasi tambang pasca-evakuasi dan akan segera menghitung dampak penurunan produksi akibat penghentian operasional selama lebih dari sebulan. (Antara)
Baca Juga: Kemlu Fasilitasi Pemulangan 300 WNI Rentan dari Detensi Imigrasi Johor Bahru