Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan keterangan kepada awak media setelah menyaksikan pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) secara virtual di Balai Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Serpong, Tangerang, Banten, Senin (3/11/2025). ANTARA/Harianto.
Matamata.com - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan, deflasi beras yang terjadi di 23 provinsi merupakan hasil sinergi lintas sektor dengan pengawalan di setiap kabupaten. Upaya tersebut bertujuan untuk menjaga kesejahteraan petani dan masyarakat.
“Tujuan kita menurunkan harga supaya masyarakat bahagia, dan itu sudah tercapai. Tapi kami tidak berhenti di sini. Kami bentuk tim pengawal harga di setiap kabupaten untuk memastikan stabilitas harga beras,” kata Amran setelah menyimak laporan Badan Pusat Statistik (BPS) secara virtual di Balai Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Serpong, Tangerang, Banten, Senin (4/11).
Ia menjelaskan, tim pengawal harga tersebut terdiri atas unsur Kementerian Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Perum Bulog, serta aparat penegak hukum.
Tim itu bertugas melakukan operasi pasar, terutama di daerah dengan harga beras yang masih di atas rata-rata nasional.
“Operasi pasar tidak akan berhenti, bahkan saat panen raya nanti kita akan salurkan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) ke daerah-daerah pegunungan yang bukan sentra produksi,” tegasnya.
Dengan sejumlah kebijakan dan kerja sama lintas sektor, Amran optimistis sektor pertanian Indonesia berada di jalur yang benar menuju kemandirian pangan.
“Ini adalah keberhasilan kita semua, bukan hanya Kementerian Pertanian, tapi seluruh anak bangsa. Dari Presiden, petani, hingga wartawan yang terus mengawal,” ujarnya.
Sebelumnya, BPS mencatat pada Oktober 2025 secara umum terjadi inflasi sebesar 0,28 persen. Namun, komoditas beras justru mengalami deflasi sebesar 0,27 persen (month-to-month).
Kondisi tersebut berbeda dengan tren dua tahun sebelumnya, yakni beras mengalami inflasi pada Oktober 2022 dan 2023.
Deflasi pada Oktober 2025 juga tercatat lebih dalam dibandingkan September 2025, menunjukkan penurunan harga yang semakin signifikan di berbagai daerah.
Secara nasional, sebanyak 23 provinsi mengalami deflasi beras, tiga provinsi mencatat harga yang relatif stabil, dan 12 provinsi lainnya mengalami inflasi beras.
“Terjadi deflasi beras pada Oktober 2025 yang lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya,” ujar Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Rata-rata harga beras di penggilingan pada Oktober 2025 turun 0,54 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dipilah menurut kualitas, harga beras premium turun 0,71 persen, sedangkan beras medium turun 0,46 persen.
Bukan hanya di tingkat penggilingan, di tingkat grosir dan eceran pun harga beras pada Oktober 2025 mengalami deflasi dibandingkan bulan sebelumnya.
“Beras di tingkat grosir deflasi sebesar 0,18 persen, dan di tingkat eceran 0,27 persen secara month-to-month,” papar Pudji.
Harga tersebut merupakan rata-rata beras berbagai jenis kualitas yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Sejumlah komoditas dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau turut menyumbang deflasi pada Oktober 2025, di antaranya bawang merah dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,03 persen, tomat 0,02 persen, dan beras 0,01 persen.
Penurunan harga beras di sebagian besar provinsi menjadi faktor penting dalam meredam tekanan inflasi nasional menjelang akhir tahun. (Antara)