Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang juga Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan memberikan keterangan pers selepas menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Rabu (5/11/2025). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.
Matamata.com - Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon, yang juga menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, menyebut Presiden ke-2 RI Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai pahlawan nasional.
Fadli menjelaskan, Soeharto termasuk dalam 48 nama calon pahlawan nasional yang telah dilaporkan oleh Dewan GTK kepada Presiden Prabowo Subianto. Seluruh nama tersebut telah melalui tahapan pengusulan dan pengkajian berjenjang, mulai dari pemerintah daerah, Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD), kemudian di tingkat pusat oleh Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP) Kementerian Sosial, hingga ke Dewan GTK.
“Nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali diusulkan, begitu juga beberapa nama lain, ada yang sejak 2011 dan ada yang dari 2015. Semuanya sudah memenuhi syarat,” kata Fadli Zon saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11) sore.
Menurut Fadli, nama-nama yang diusulkan sebagai calon pahlawan nasional tidak mungkin masuk daftar jika tidak memiliki jasa atau tidak memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
“Kalau tidak memenuhi syarat, tentu tidak mungkin diusulkan. Jadi, soal memenuhi syarat itu sudah jelas,” ujarnya.
Menanggapi adanya penolakan dari sebagian masyarakat terhadap pencalonan Soeharto, Fadli mengatakan pemerintah tetap membuka diri terhadap semua masukan yang diberikan publik. Namun, ia menegaskan bahwa nama-nama calon pahlawan nasional juga berasal dari usulan masyarakat.
Lebih lanjut, Fadli menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kajian, Soeharto dinilai berjasa antara lain karena memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 saat Agresi Militer Belanda II dan Operasi Pembebasan Irian Barat.
“Beliau memimpin Serangan Umum 1 Maret. Itu salah satu serangan besar yang menjadi tonggak pengakuan dunia terhadap eksistensi Republik Indonesia. Saat itu Belanda mengklaim Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Namun, dengan adanya serangan tersebut, dunia kembali melihat bahwa Indonesia masih ada dan berjuang,” ujar Fadli. (Antara)