Foto udara jembatan Kuta Blang yang putus akibat diterjang banjir di jalan lintas Nasional Banda Aceh - Sumut di Desa Blang Mee, Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen, Sabtu (29/11/2025). ANTARA FOTO/Abiyyu/Lmo/bar
Matamata.com - Koalisi masyarakat sipil Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status darurat bencana nasional akibat banjir dan longsor yang melanda Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
"Kami mendesak Presiden RI untuk segera menetapkan status darurat bencana nasional atas bencana banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat," ujar Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, di Banda Aceh, Minggu (1/12).
Koalisi tersebut terdiri dari LBH Banda Aceh, MaTA, AJI Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), serta International Conference on Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).
Alfian menjelaskan, bencana yang terjadi di tiga provinsi tersebut mengakibatkan dampak besar, termasuk korban jiwa, kerusakan infrastruktur, rumah terdampak, hingga terhambatnya aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.
Menurut dia, ribuan warga masih terisolasi, puluhan ribu rumah terendam, serta sejumlah fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jembatan, dan jalan nasional mengalami kerusakan parah.
"Di sejumlah wilayah, akses transportasi terputus total sehingga bantuan logistik tidak dapat disalurkan," katanya.
Ia menambahkan, kelangkaan bahan pangan, listrik padam, serta terganggunya jaringan komunikasi semakin memperburuk kondisi di lapangan dan membuat proses penanganan darurat berjalan lambat.
Alfian menilai kapasitas pemerintah daerah sudah tidak lagi memadai dalam menangani bencana berskala besar tersebut, terlebih kondisi keuangan daerah—terutama Aceh—dinilai tidak cukup untuk penanganan jangka panjang.
Sementara itu, Advokat LBH Banda Aceh, Rahmad Maulidin, menyampaikan bahwa permintaan penetapan status darurat bencana nasional memiliki dasar hukum yang jelas, mulai dari UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, PP Nomor 21 Tahun 2008, hingga PP Nomor 17 Tahun 2018.
Ia menjelaskan bahwa indikator penetapan darurat bencana nasional mencakup besarnya jumlah korban atau pengungsi, kerugian material, luas wilayah terdampak, serta terganggunya fungsi pelayanan publik dan pemerintahan.
Baca Juga: JAFF Market 2025: Kolaborasi Amar Bank dan JAFF Market, Bawa Semangat Film Indonesia Mendunia
Selain itu, status tersebut berlaku ketika pemerintah daerah terdampak tidak lagi mampu memobilisasi sumber daya manusia dan logistik penanganan, termasuk evakuasi, penyelamatan, hingga pemenuhan kebutuhan dasar warga.
Ia mencontohkan kondisi di Aceh, di mana sejumlah kabupaten/kota telah menyatakan tidak mampu menangani bencana. Kondisi di lapangan juga menunjukkan proses evakuasi dan distribusi bantuan belum optimal akibat terputusnya akses transportasi dan komunikasi.
Dengan kondisi tersebut, koalisi masyarakat sipil meminta Presiden Prabowo segera menetapkan status darurat bencana nasional sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak warga terdampak.
"Selain itu, kami juga mendorong agar Gubernur Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat untuk bersama-sama meminta Presiden Prabowo Subianto menetapkan status darurat bencana nasional," tutur Rahmad Maulidin. (Antara)