Duta Besar RI untuk Malaysia Dato' Indera Hermono memberikan keterangan di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (18/11/2025). ANTARA/Rangga Pandu Asmara Jingga
Matamata.com - Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia, Dato’ Indera Hermono, mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelaku penganiayaan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Barat.
Ia menyebut, pelaku yang melakukan kekerasan brutal tersebut justru merupakan sosok muda dan berpendidikan.
“Orang (pelaku) ini masih muda dan berpendidikan, melakukan kekerasan begitu coba. Ini bagaimana sih sebetulnya orang-orang itu melihat pekerja Indonesia? Apa melihat pekerja Indonesia itu kayak budak yang boleh diperlakukan sesuka hati? Kan nggak boleh begitu ya,” ujar Dubes Hermono di Kuala Lumpur, Selasa.
Kasus ini mencuat ketika seorang PMI berhasil melarikan diri dari tindak kekerasan majikannya. Ia kabur secara dramatis melalui jendela lantai 29 kondominium tempatnya bekerja dan merosot ke lantai 27 untuk menyelamatkan diri.
Dari foto yang ditunjukkan Dubes Hermono, korban terlihat mengalami luka lebam serta luka bakar parah setelah disiram air panas. Saat ini, PMI tersebut sudah diamankan di shelter KBRI Kuala Lumpur, menjalani visum, dan mendapat pendampingan untuk pelaporan ke kepolisian.
Menurut Hermono, pelaku serta keluarganya sempat mendatangi KBRI untuk meminta maaf dan berharap masalah diselesaikan secara kekeluargaan. Namun permintaan itu ditolak.
“Sebetulnya majikannya sudah datang ke KBRI, minta maaf. Tapi nggak ada, nggak bisa orang menyiksa lalu minta maaf, lalu selesai, enak benar gitu kan,” tegasnya.
Dubes RI itu juga mengungkapkan bahwa pelaku merupakan pasangan suami-istri asal Malaysia yang berprofesi sebagai koas atau ko-asisten dokter.
“Dia ko-asisten dokter gitu ya. Sebagai dokter pun masih tega-teganya menyiksa. Dia yang harusnya punya pemahaman lebih baik mengenai hak asasi manusia, tapi menyiksa,” sesal Hermono.
Korban diketahui sebagai pekerja nonprosedural yang masuk Malaysia menggunakan visa wisata. Hermono menegaskan bahwa kondisi ini menunjukkan lemahnya pengawasan keberangkatan calon PMI dari Indonesia.
Ia meminta kepolisian Malaysia menindak kasus tersebut sesuai hukum, sekaligus mendesak otoritas imigrasi Indonesia untuk memperketat profiling warga yang hendak bepergian ke luar negeri agar pergerakan pekerja nonprosedural dapat dicegah.
“Kalau tidak ada pencegatnya, maka MoU ini nggak ada gunanya... MoU itu menjadi tidak efektif kalau pekerja nonprosedural itu terus mengalir,” jelasnya, merujuk pada nota kesepahaman perlindungan pekerja domestik Indonesia–Malaysia.
Hermono menekankan bahwa imigrasi merupakan pihak paling krusial dalam proses pencegahan PMI nonprosedural.
“Kalau kita lihat kan siapa yang membuat paspor, kan imigrasi... Satu-satunya yang dilalui, itu cuma imigrasi yaitu pada saat pembuatan paspor, dan saat keluar dari tempat pemeriksaan imigrasi,” katanya.
Selama tujuh tahun bertugas di Malaysia, termasuk lima tahun sebagai duta besar, Hermono menegaskan perlunya perbaikan serius dalam sistem pengawasan karena imigrasi adalah pintu utama yang dilewati calon PMI nonprosedural sebelum berangkat ke luar negeri. (Antara)