Salah satu penenun asal Kampung Hula di Pulau Alor, Mama Sariat Tole, memeragakan penggunaan alat tenun saat media briefing di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (10/7/2025). (ANTARA/Imamatul Silfia)
Matamata.com - Program Desa Devisa yang digagas Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank terbukti mampu meningkatkan pendapatan para penenun di Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga 30 persen.
“Dari program ini, didapatkan rata-rata peningkatan per penenun 30 persen, yang awalnya Rp750 ribu hingga Rp1 juta per bulan, sekarang Rp975 ribu hingga Rp1,3 juta per bulan,” ujar CEO Tenunin Hayatul Fikri Aziz saat media briefing di Labuan Bajo, Kamis (11/7).
Program yang menjangkau 31 desa di Kabupaten Alor, Belu, Sikka, Ende, dan Sumba Timur ini awalnya hanya mencakup lima kelompok dengan 120 penenun, namun kini berkembang menjadi 522 penenun aktif.
Salah satu tokoh inspiratif dalam program ini adalah Mama Sariat Tole, penenun asal Kampung Hula, Pulau Alor, yang telah menggeluti seni tenun sejak usia lima tahun. Ia menggunakan benang kapas hasil tanam sendiri serta pewarna alami dari bahan lokal seperti tinta cumi, daun kelor, kunyit, dan akar mengkudu.
Karyanya telah dipamerkan di 13 negara dan ia tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pembuat warna alami terbanyak untuk kain tenun. Dalam program ini, Mama Sariat dipercaya menjadi mentor bagi penenun lain, khususnya dalam penggunaan teknik pewarnaan organik dan benang alami.
Pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk agar memenuhi standar ekspor global, terutama untuk pasar Jepang yang mengutamakan warna alami dan ketahanan produk.
“Selain peningkatan pendapatan, program ini juga memperkuat kapasitas produksi dan memperluas jangkauan pasar, menjadikan kain tenun NTT sebagai produk ekspor yang tidak hanya bernilai budaya tinggi, tetapi juga berdaya saing global,” tambah Aziz.
Hingga Maret 2025, LPEI mencatat sebanyak 1.909 Desa Devisa tersebar di 18 provinsi dengan nilai ekspor mencapai Rp123,9 miliar. Program ini telah memberdayakan lebih dari 180.000 penerima manfaat dengan komoditas unggulan seperti kopi, kakao, tenun, batik, rempah-rempah, hasil laut, dan produk turunan kelapa. (Antara)