Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong (kanan) didampingi istrinya Franciska Wihardja menyapa pendukungnya saat keluar dari Rutan Cipinang, Jakarta, Jumat (1/8/2025). Tom Lembong bebas dari proses hukum yang sedang ia jalani setelah mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.
Matamata.com - Mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, menyampaikan bahwa pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar membebaskannya secara fisik, tetapi juga memulihkan martabat dan nama baiknya sebagai warga negara.
“Saya tahu keputusan ini tidak mudah dan saya menghormatinya sebagai sebuah keputusan konstitusional yang lahir dari pertimbangan yang mendalam,” ujar Tom saat resmi keluar dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, Jakarta, pada Jumat malam.
Meski demikian, Tom menyadari bahwa keputusan tersebut menuai pertanyaan dan kegelisahan publik. Ia menegaskan akan tetap menghormati beragam pandangan yang muncul, sebab sejak awal dirinya pun menilai bahwa proses hukum yang ia jalani jauh dari kata ideal.
“Saya ingin menyuarakan, mengingatkan, dan bila mungkin membantu agar sistem hukum kita menjadi lebih adil, jernih, dan memihak kepada kebenaran, alih-alih pada kepentingan sempit tertentu,” ucapnya.
Tom juga menegaskan tidak akan melupakan nasib orang-orang lain yang tidak seberuntung dirinya dan tidak mendapat sorotan publik ataupun perlindungan. Ia berharap, kebebasannya menjadi titik awal bagi tanggung jawab bersama dalam memperbaiki sistem hukum di Indonesia.
Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang sekitar pukul 22.05 WIB dengan mengenakan kemeja biru tua. Ia didampingi istrinya Francisca Wihardja, kuasa hukumnya, serta mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Abolisi merupakan hak presiden untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum yang masih berjalan. Hak ini diberikan dengan mempertimbangkan pandangan dari DPR.
Sebelumnya, Tom dijatuhi vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016. Ia dinilai terbukti menyetujui impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa koordinasi antarkementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, sehingga merugikan negara hingga Rp194,72 miliar.
Majelis Hakim memutuskan hukuman tersebut berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Antara)
Baca Juga: Cherrypop 2025: Gelanggang Musik Pop Kembali Menggema di Yogyakarta