Didik Nini Thowok: Dari Penjaga Tradisi Hingga Teror dalam Perempuan Pembawa Sial. [ist]
Matamata.com - Tepuk tangan meriah bercampur bisik-bisik ketakutan masih terasa sejak Gala Premiere film horor terbaru IDN Pictures, Perempuan Pembawa Sial, pada 10 September 2025 lalu.
Film besutan sutradara Fajar Nugros ini sukses menebar teror dan pujian, meninggalkan penonton dengan napas tertahan.
Dijadwalkan tayang serentak pada 18 September 2025, film ini siap menghantui bioskop seluruh Indonesia.
Perempuan Pembawa Sial menyajikan kisah Mirah (Raihaanun), seorang wanita yang hidupnya dikelilingi kemalangan.
Ia seolah dihantui masa lalu dalam wujud kutukan mematikan: setiap pria yang mengasihinya akan menemui ajal.
Cerita ini mengangkat mitos kuno bahu laweyan yang melegenda, dipadukan dengan narasi yang terinspirasi dari dongeng klasik Bawang Merah dan Bawang Putih, menciptakan jalinan takdir dan karma yang kelam untuk audiens modern.
Namun, kengerian yang ditampilkan ternyata berakar dari kisah-kisah yang tak kalah mencekam di baliknya.
Berikut adalah fakta-fakta menarik yang akan membuat bulu kuduk berdiri sebelum masuk bioskop.
1. Trauma Masa Kecil Sutradara yang Menjelma Jadi Teror di Film
Salah satu sosok ikonik di film ini adalah maestro tari legendaris, Didik Nini Thowok.
Baca Juga: KPK Telusuri Dugaan Permintaan Uang dalam Kasus Kuota Haji
Kehadirannya bukan sekadar sebagai aktor, melainkan sebagai manifestasi dari ketakutan pribadi sang sutradara, Fajar Nugros.
Dalam sesi konferensi pers, Fajar Nugros blak-blakan mengaku bahwa keputusannya mengajak Eyang Didik berawal dari trauma masa kecilnya.
"Waktu saya masih SD, saya tidak sengaja melihat topeng Eyang Didik tergeletak di sebuah ruangan gelap saat beliau akan tampil. Gambaran itu begitu menakutkan dan terus membekas sampai sekarang," ungkap Nugros. Trauma visual inilah yang ia terjemahkan menjadi salah satu sumber teror dalam film, membuktikan bahwa ketakutan paling otentik seringkali datang dari pengalaman personal yang paling dalam.
2. Kutukan Bahu Laweyan: Mitos yang Ternyata Hidup di Dunia Nyata
Fokus utama film ini, kutukan bahu laweyan, sering dianggap sebagai takhayul atau cerita pengantar tidur. Namun, Eyang Didik Nini Thowok, yang juga bertindak sebagai konsultan budaya dalam film ini, memberikan kesaksian mengejutkan.
Ia mengonfirmasi bahwa kutukan ini bukanlah isapan jempol belaka.
“Saya memang punya teman yang terkena bahu laweyan. Saat itu, kami harus melakukan serangkaian ritual untuk mencoba membuang kutukan tersebut. Jadi, ini nyata, bukan cuma mitos,” ujar Eyang Didik.
“Waktu saya dengar cerita film ini mengangkat bahu laweyan, saya pikir ‘wah, berani juga ini’.” Pengakuan ini sontak memberikan lapisan horor yang lebih pekat pada film, karena teror yang disaksikan penonton berakar pada sebuah kenyataan yang dipercaya oleh sebagian masyarakat.
3. Totalitas Para Aktor Demi Sajikan Budaya yang Autentik
Untuk menghidupkan kisah yang kental dengan budaya Jawa dan Minang, para aktor mendedikasikan diri mereka sepenuhnya.
Morgan Oey, tidak main-main dalam persiapannya. Ia memerankan Bana, pria asal Padang yang jatuh hati pada Mirah. Ia mengaku sampai belajar cara memasak rendang agar gerakannya terlihat natural dan meyakinkan di depan kamera.
Selain persiapan teknis, pendalaman karakter juga menjadi fokus utama. Para aktor muda seringkali berdiskusi intens dengan aktor senior sekelas Rukman Rosadi yang juga turut berperan.
Proses ini memastikan setiap dialog, emosi, dan gestur yang ditampilkan memiliki kedalaman dan relevansi budaya yang kuat, membuat penonton terhanyut dalam dunia mistis Perempuan Pembawa Sial.
4. Dongeng Bawang Merah & Bawang Putih
Meskipun tidak secara harfiah mengadaptasi cerita Bawang Merah dan Bawang Putih, film ini mengambil esensi penderitaan dan ketidakadilan dari dongeng tersebut sebagai fondasi narasi.
Karakter Mirah merepresentasikan sosok yang terus-menerus tertindas oleh takdir dan lingkungan sekitarnya.
5. Sentuhan Dongeng yang Dibalut Karma Gelap
Film ini mengeksplorasi konsep karma secara brutal: apakah kutukan yang menimpa Mirah adalah takdir buta, atau buah dari perbuatan di masa lalu yang kini datang menagih balas?
Lapisan cerita ini memberikan dimensi psikologis yang lebih dalam, menjadikan film ini bukan sekadar horor supranatural, tetapi juga sebuah perenungan tentang nasib dan konsekuensi.
Saksikan Terornya Lebih Awal!
Bagi yang sudah tidak sabar, publik berkesempatan untuk menyaksikan ketakutan yang dibawa dalam film Perempuan Pembawa Sial lebih dulu melalui special screening yang diadakan serentak pada Sabtu, 13 September 2025, di kota-kota berikut: Lampung, Samarinda, Bekasi, Cirebon, Depok, Bogor, Malang dan Makassar.
Jangan lewatkan kesempatan ini untuk merasakan terornya pertama kali! Perempuan Pembawa Sial akan menghantui bioskop di seluruh Indonesia mulai 18 September 2025.
Beranikah berhadapan dengan kutukan bahu laweyan dan menyaksikan nasib tragis Mirah yang selamanya dihantui masa lalu? Siapkan nyalimu.