Kedua tersangka yaitu Kepala PT Sucofindo Regional Bengkulu yaitu Imam Sumantri (IS) dan Direktur PT Ratu Samban Mining Edhie Santosa (EDH) usai ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi tambang batu bara di Bengkulu, Senin (28/7/2025). ANTARA/Anggi Mayasari
Matamata.com - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu menetapkan dua nama baru sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kegiatan produksi dan eksplorasi tambang batu bara milik PT Ratu Samban Mining (RSM) dan PT Tunas Bara Jaya. Mereka adalah Kepala PT Sucofindo Regional Bengkulu Imam Sumantri (IS) dan Direktur PT Ratu Samban Mining Edhie Santosa (EDH).
“Keduanya ditetapkan tersangka terkait kasus dugaan korupsi produksi dan eksplorasi pertambangan milik PT Ratu Samban Mining dan PT Tunas Bara Jaya,” ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Victor Antonius Saragih Sidabutar melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu Ristianti Andriani, Senin (29/7).
Penetapan ini menambah daftar tersangka dalam perkara yang sama. Sebelumnya, lima pengusaha tambang telah lebih dulu dijerat, di antaranya Komisaris PT Tunas Bara Jaya Bebby Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana Saskya Hussy, Direktur Utama PT Tunas Bara Jaya Julius Soh, Marketing PT Inti Bara Perdana Agusman, dan Direktur PT Tunas Bara Jaya Sutarman.
Menurut Ristianti, Imam dan Edhie disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Keduanya juga dijerat dengan Pasal 64 ayat (1) junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kepala Seksi Penyidikan Pidsus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo menyebut, para tersangka memiliki peran strategis dalam praktik yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp500 miliar.
"Dugaan korupsi ini berkaitan dengan aktivitas pertambangan ilegal, termasuk penjualan batu bara yang tidak sesuai aturan dan kegiatan di dalam kawasan hutan," jelas Danang.
Adapun Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Ratu Samban Mining diketahui sudah bermasalah sejak 2011, sementara praktik penjualan batu bara secara tidak sah terjadi dalam kurun waktu 2021 hingga 2022. (Antara)