Menteri Luar Negeri RI periode 2009-2014 Marty Natalegawa menyampaikan pernyataan dalam agenda peringatan 70 tahun Konferensi Asia Afrika oleh CSIS Indonesia di Jakarta, Rabu (16/4/2025). ANTARA/Nabil Ihsan
Matamata.com - Pendiri Forum Amity Circle, Marty Natalegawa, menyatakan perlunya peningkatan diplomasi untuk mencegah eskalasi konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja.
Melalui akun resmi Amity Circle di platform X, Senin (28/7), mantan Menteri Luar Negeri RI itu menilai bahwa upaya diplomatik perlu ditingkatkan agar konflik tidak berkembang menjadi kekerasan yang lebih luas.
Ia juga mengusulkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) khusus ASEAN sebagai forum bagi kedua negara untuk menyampaikan pandangan secara langsung, sejalan dengan ketentuan dalam Piagam ASEAN.
"Upaya ini tidak boleh terseret dalam perdebatan bilateral atau regional yang berkepanjangan," ujarnya.
Marty menekankan bahwa ASEAN secara historis telah mampu menangani konflik dengan pendekatan cermat, lincah, dan strategis. Hal tersebut, menurutnya, terbukti pada tahun 2011, ketika ASEAN berhasil menurunkan ketegangan konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja.
Ia menyebut bahwa keberhasilan serupa masih mungkin dicapai pada 2025, asalkan pendekatan yang sama diterapkan kembali.
Untuk memperkuat upaya perdamaian, Marty juga menyarankan agar pihak ketiga—baik negara maupun individu—dilibatkan secara formal maupun informal, dengan tetap menghormati posisi masing-masing pihak.
"Asia Tenggara telah menjadi pengecualian gemilang di tengah dunia yang semakin terfragmentasi. Kawasan ini berhasil memanfaatkan dividen perdamaian untuk transformasi positif," tuturnya.
Namun, bentrokan yang kembali pecah antara Thailand dan Kamboja, menurut Marty, dapat mengancam stabilitas kawasan dan bertentangan dengan semangat Komunitas ASEAN.
"Diplomasi harus diutamakan. Perdamaian harus diupayakan," tegasnya.
Baca Juga: Indonesias Horse Racing - Indonesia Derby 2025: Kuda King Argentin Raih Gelar Triple Crown Indonesia
Ia menambahkan bahwa perdamaian yang telah terbangun selama puluhan tahun melalui kepercayaan strategis dan persahabatan antarnegara ASEAN kini terancam.
"Senjata dan mortir tak lagi diam," ucapnya.
Tidak seperti konflik internal, lanjut Marty, bentrokan ini melibatkan dua negara anggota ASEAN, sehingga bobotnya sangat serius. Hal ini, menurutnya, bertentangan dengan komitmen Perjanjian Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara (TAC) serta Piagam ASEAN, yang menekankan penyelesaian damai dan penolakan terhadap ancaman atau penggunaan kekuatan.
Marty mendesak agar konflik bersenjata segera dihentikan tanpa mengurangi posisi prinsip kedua negara atas isu yang mendasarinya. Ia juga menekankan pentingnya menciptakan situasi kondusif untuk dialog dan penyelesaian damai. (Antara)