Menteri Kebudayaan: Tone Positif Penulisan Sejarah untuk Persatuan

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menilai bahwa nuansa atau tone positif dalam penulisan sejarah Indonesia penting untuk menjaga persatuan bangsa. Menurutnya, penulisan sejarah yang bernuansa negatif justru dapat memicu perpecahan.

Elara | MataMata.com
Sabtu, 07 Juni 2025 | 08:30 WIB
Menteri Kebudayaan Fadli Zon. ANTARA/ (Sinta Ambar)

Menteri Kebudayaan Fadli Zon. ANTARA/ (Sinta Ambar)

Matamata.com - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menilai bahwa nuansa atau tone positif dalam penulisan sejarah Indonesia penting untuk menjaga persatuan bangsa. Menurutnya, penulisan sejarah yang bernuansa negatif justru dapat memicu perpecahan.

"Jadi, kita tentu tone-nya itu adalah dalam sejarah untuk mempersatukan kebenaran bangsa. Untuk apa kita menulis sejarah untuk memecah-belah bangsa," ujar Fadli saat menjawab pertanyaan wartawan di sela kegiatan di Jakarta, Jumat (6/6).

Ia menjelaskan bahwa maksud dari tone positif adalah tidak semata-mata mencari kesalahan di masa lalu.

"Di masa-masa itu pasti ada kelebihan dan kekurangan. Ini kan juga lebih banyak highlight, lebih banyak garis besar. Kita ingin menonjolkan pencapaian-pencapaian, prestasi-prestasi, prioritas-prioritas, dan juga peristiwa-peristiwa pada zaman itu," katanya.

Fadli juga menanggapi kekhawatiran sejumlah akademisi dan aktivis yang menilai proyek penulisan sejarah berpotensi melahirkan satu narasi tunggal yang dianggap paling benar. Menurutnya, kekhawatiran tersebut tidak beralasan karena proyek tersebut dikerjakan oleh para sejarawan dari berbagai kampus ternama di Indonesia.

"Jadi yang menulis bukan aktivis, bukan politikus. Yang menulis sejarawan. Mereka punya keahlian, bergelar doktor dan profesor di bidangnya. Jadi kita tidak perlu khawatir, mereka pasti memiliki kompetensi dalam menulis sejarah," kata Fadli.

Ia menambahkan, justru menjadi kekhawatiran tersendiri apabila proyek sejarah tersebut dikerjakan oleh aktivis yang memiliki perspektif masing-masing.

"Sejarah tidak bisa ditulis oleh politikus, apalagi yang resmi, atau semacam itu. Tidak bisa ditulis oleh, misalnya, pihak lain non-sejarawan. Tetapi kalau orang mau menulis sejarahnya sendiri-sendiri juga bebas, ini negeri demokrasi," lanjutnya.

×
Zoomed
Berita Terkait TERKINI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan penyaluran dana program tanggung jawab sosial perusahaan (corporate...

news | 15:15 WIB

Kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea, menegaska...

news | 14:15 WIB

Pemerintah China menepis tuduhan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menuding adanya konspirasi antara China, Rus...

news | 13:00 WIB

Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X memimpin prosesi "Jejak Banon" dalam rangkaian Hajad...

news | 11:15 WIB

Perum Bulog memastikan kualitas stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang mencapai 3,9 juta ton tetap terjaga demi menja...

news | 10:00 WIB

Presiden RI Prabowo Subianto menekankan pentingnya pemerataan investasi dan penciptaan lapangan kerja di seluruh daerah,...

news | 09:15 WIB

Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menyampaikan bahwa pagu anggaran Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun ...

news | 08:15 WIB

Sivitas akademika Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang terdiri atas rektor, wakil rektor, dekan, wakil dekan, de...

news | 07:15 WIB

Penasihat Khusus Presiden bidang Pertahanan Nasional Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman angkat bicara terkait isu yang m...

news | 19:15 WIB

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menurunkan tim khusus untuk menangani pemulihan korban aksi demonstrasi d...

news | 18:00 WIB
Tampilkan lebih banyak