KPK Telusuri Dugaan Permintaan Uang dalam Kasus Kuota Haji

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya permintaan uang terkait kuota tambahan haji khusus saat memeriksa lima saksi dari biro perjalanan haji. Pemeriksaan dilakukan pada Selasa (23/9) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penentua

Elara | MataMata.com
Rabu, 24 September 2025 | 10:30 WIB
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). ANTARA/Rio Feisal/am.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). ANTARA/Rio Feisal/am.

Matamata.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya permintaan uang terkait kuota tambahan haji khusus saat memeriksa lima saksi dari biro perjalanan haji. Pemeriksaan dilakukan pada Selasa (23/9) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji Kementerian Agama tahun 2023–2024.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, kelima saksi yang diperiksa yakni Direktur Utama PT Saudaraku Muhammad Rasyid, Staf Operasional Haji PT Menara Suci Sejahtera Ali Jaelani, Direktur PT Al Andalus Nusantara Travel Siti Roobiah Zalfaa, Direktur PT Andromeda Atria Wisata Zainal Abidin, dan Direktur PT Dzikra Az Zumar Wisata Affif.

"Para saksi hadir, serta didalami terkait cara perolehan kuota tambahan haji khusus dan permintaan uang untuk mendapatkan kuota tambahan haji khusus," ujar Budi di Jakarta, Rabu.

KPK sebelumnya memulai penyidikan perkara dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Lembaga antirasuah juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara.

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan kerugian negara sementara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Tak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satu sorotan adalah pembagian kuota tambahan 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Skema tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. (Antara)

×
Zoomed
Berita Terkait TERKINI

Anggota Komisi VI DPR RI, Kawendra Lukistian, menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang...

news | 17:45 WIB

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan penundaan penunjukan platform niaga elektronik atau marketplace untuk m...

news | 16:59 WIB

Presiden RI Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan Raja Belanda Willem-Alexander di Istana Huis ten Bosch. Pertemua...

news | 15:11 WIB

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) bersama Komisi X DPR RI segera menggelar u...

news | 14:15 WIB

Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI bersama lembaga kemanusiaan asal Mesir, Mishr Al Kheir, kembali menyalurkan bantua...

news | 13:00 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami waktu pertemuan antara mantan Bendahara Umum Asosiasi Muslim Penyele...

news | 11:07 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sejumlah daerah dengan biro perjalanan haji terbanyak yang menerima kuo...

news | 10:00 WIB

Perum Bulog menegaskan bahwa penggunaan kemasan seragam untuk beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) berukura...

news | 09:15 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih menunggu kepulangan jaksa penuntut umum (JPU) dari Sumatera Utara se...

news | 08:45 WIB

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo meminta agar perbaikan di Gerbang Tol (GT) Semanggi 1 dan 2 dilakukan pada akh...

news | 07:15 WIB